“Demikian juga seperti yang terjadi di zaman Lot: mereka makan dan minum, mereka membeli dan menjual, mereka menanam dan membangun. Tetapi pada hari Lot pergi keluar dari Sodom turunlah hujan api dan hujan belerang dari langit dan membinasakan mereka semua. Demikianlah halnya kelak pada hari, di mana Anak Manusia menyatakan diri-Nya. Barangsiapa pada hari itu sedang di peranginan di atas rumah dan barang-barangnya ada di dalam rumah, janganlah ia turun untuk mengambilnya, dan demikian juga orang yang sedang di ladang, janganlah ia kembali. Ingatlah akan istri Lot!” (Lukas 17:28-32).
Apa maksud Yesus dengan ekspresi penuh teka-teki “Ingatlah akan istri Lot!”? Apa hubungan wanita itu dengan orang-orang yang hidup pada akhir penutupan sejarah? Mengapa Guru Besar kita menghubungkan istri Lot dengan zaman kita? Yesus memakainya sebagai sebuah peringatan menakutkan. Wanita itu menjadi dingin, ceroboh dan tidak taat. Akhirnya penghakiman Tuhan jatuh atas dirinya, dan dia menjadi tiang garam di dataran Sodom.
Saya dapati bahwa salah satu bahaya mematikan bagi umat Tuhan di akhir zaman adalah secara perlahan berpaling dari kebenaran seperti halnya istri Lot. Yesus memperingatkan bahwa kehilangan kuasa rohani terjadi hampir tidak kentara: “Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin” (Matius 24:12). Seiring tekanan untuk menyesuaikan diri dan kompromi masuk, iman secara bertahap terkena erosi dan lenyap.
Saya akui pada kalian bahwa ini adalah masalah yang paling mencemaskan para pendeta saat ini. Mungkin keluarga yang baru dibaptis dalam gereja penuh buaian pengalaman kasih pertama yang luar biasa. Mereka bersedia pergi kemana saja dan melakukan apapun bagi Tuhan. Rasa antusiasme mereka yang menyebar adalah sebuah sukacita untuk diamati. Tetapi segera si pendeta sadari bahwa semangat itu mulai memudar sedikit demi sedikit, dan keluarga tersebut tidak lagi bersemangat dengan iman mereka. Mereka secara perlahan mulai menarik diri dari partisipasi, dan bahkan kehadiran di gereja. Pendeta tersebut mengunjungi keluarga itu dan coba mencari tahu apa masalahnya. Dengan terkejut dia dapati bahwa mereka masih percaya seperti dulu, tetapi mereka telah kehilangan kasih mereka pada kebenaran.
Bagaimana kita menjelaskan mengenai mengendurnya kekuatan rohani ini? Bagaimana iblis merampok pusat dari pengalaman kekristenan ini? Satu hal yang pasti: itu tidak terjadi secara tiba-tiba atau dalam semalam. Orang-orang kehilangan kasih mereka atas kebenaran secara bertahap. Sedikit demi sedikit mereka menurunkan standard dan mengkompromi iman mereka, sampai tidak ada lagi yang tersisa selain sebuah formalisme yang kosong dan mati.
Setelah membaca semua yang Yesus katakan mengenai mereka yang diselamatkan, kita melihat satu kebenaran besar yang mutlak jelas. Tidak akan ada hati yang terbagi dalam kerajaan. Tidak akan ada penyerahan setengah-setengah dari pihak umat tebusan. Mereka yang masuk kerajaan surga akan berada di sana karena mereka mau Yesus lebih dari yang lainnya. Tuhan Yesus telah memakai istri Lot sebagai contoh bagi mereka yang hidup di akhir zaman, yang tidak menyerahkan hati sepenuhnya demi kebenaran; yang akan lebih mengasihi hal-hal materi lebih dari hal-hal ilahi. Kristus berkata, “Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku” (Lukas 14:33).
Apakah Anda ingat kisah dalam Alkitab tentang seorang pedagang yang mencari mutiara yang indah di dunia? Akhirnya dia menemukannya dan menyadari bahwa itu dijual. Tetapi harganya sungguh tinggi! Untuk dapat membeli mutiara itu dia perlu menjual rumahnya, usahanya, dan memakai setiap sen dari tabungan hari depannya. Tetapi perhatikan ini: Keinginan orang ini untuk mutiara tersebut sungguh besar dan luar biasa, sehingga dia tidak mengeluh akan harganya. Dia tidak memikirkan untuk menunggu sampai ia memiliki uang lebih untuk membelinya. Ia juga tidak mencoba untuk menawar dengan harga yang lebih rendah. Segera dan dengan bersemangat dia pergi, menjual seluruh miliknya, dan membawa uang hasilnya untuk membeli mutiara tersebut dari pemiliknya. Mutiara tersebut tentu melambangkan kehidupan kekal, dan mereka yang rindu mendapatkannya harus siap menginvestasikan semuanya guna memperolehnya.
Lalu pertikaian terjadi di antara para gembala dari dua orang kaya bersaudara tersebut. Kawanan besar gabungan dari mereka tidak punya ruang untuk makan di daerah yang cukup terbatas itu dan mereka harus berpisah. Lot diberikan kesempatan untuk memilih arah seiring seluruh dataran terbentang di hadapannya. Di satu sisi ada perbukitan hijau dengan pepohonannya yang tinggi; yang lainnya menuju pusat perdagangan dan komersial yang ramai. Panggilan materi dari kota yang penuh kemakmuran itu segera memberi pengaruh pada Lot, dan Alkitab mencatat dengan sangat sederhana bahwa dia “berkemah di dekat Sodom” (Kejadian 13:12). Pola yang dapat ditebak akan tragedi di masa depan terjadi karena keputusan awal untuk pindah dekat kota-kota jahat itu.
Lot berdiri atas seseorang dengan maksud yang baik. Sungguh jelas dia tidak bermaksud untuk membawa keluarganya pada lingkungan perkotaan Sodom yang penuh dosa. Dia ingin hidup di pinggirnya dimana dia dapat memperoleh manfaat dari kesempatan ekonomi dari ibukota dagang yang ramai tersebut. Sangat mungkin dia membuat pencegahan mental bagi keluarganya untuk berbaur dengan penghuni Sodom dan Gomora yang penuh kebejatan. Bahkan kenyataannya, dia tidak pernah terpikir untuk menyerahkan agamanya. Langkahnya dibisiki oleh perhatian egois atas manfaat sementara, dan dia tidak berniat untuk kehilangan apapun.
Tetapi apa yang terjadi meskipun punya maksud yang baik itu? Lot yang malang kehilangan istrinya, kehilangan harta miliknya, bahkan hampir kehilangan hidupnya. Maksud yang baik tidaklah cukup bagus. Dia pindah semakin dekat ke perkotaan sampai akhirnya dia pindah untuk tinggal bersama orang-orang Sodom. Rencananya untuk menjaga kepentingan rohani anak-anaknya gagal dilakukan. Semua rasionalisasinya untuk melawan kejahatan dengan jadwal doa yang semakin ketat dan renungan agama dalam keluargaseakan tidak membawa hasil seperti yang diharapkan. Dia secara bertahap berkompromi dengan lingkungan dan mengamati anak-anaknya secara perlahan berasimilasi dengan jalan tetangga-tetangganya yang kafir.
Saya yakin Lot merasa tidak tentram saat pertama kali dia tinggal di antara orang-orang jahat di tempat keji tersebut. Setiap hari dia mendengar berita menjamurnya angka kriminalitas. Dia pastinya merasa tidak nyaman dan ngeri atas candaan kotor dan bahasa cabul yang didengarnya. Lalu dia harus mulai mewaspadai ketertarikan keluarganya pada gaya hidup yang salah dari teman-teman dan rekan-rekan mereka.
Akhirnya putrinya jatuh cinta dengan orang dunia dan menikahi mereka. Di luar rumah, bersatu dengan musuh Tuhan, mereka kehilangan iman pada agama nenek moyang mereka yang mereka anut sejak anak-anak dan remaja. Mereka mulai memandang Lot sebagai seorang yang berpikiran sempit dan kuno, dan segera menunjukkan keluhan ekstrim mereka atas kesetengahan hatinya untuk mendirikan perbaktian yang benar di rumah mereka. Akan tetapi kita cenderung bersimpati pada Lot dalam usaha penuh frustasinya untuk mencoba memegang kendali istri dan anak-anaknya yang belum dilahirkan kembali. Dia dapat banyak pertentangan, tetapi hampir semua itu lahir karena kelemahannya sendiri dan keragu-raguannya dalam mengambil keputusan. Sebuah kompromi membawa kepada kompromi yang lain, sampai akhirnya mungkin dia menjadi rusak sepenuhnya oleh pemberontakan keluarganya yang duniawi.
Dapatkah kita analisa penyebab dari keberpalingan besar itu? Bagaimana itu dapat terjadi pada istri seorang saudara dari Abraham? Apakah mungkin tidak ada yang berdoa baginya dalam situasi yang penuh provokasi tersebut? Sungguh tidak demikian, Abraham mempersembahkan doa dan korbannya siang dan malam untuk keluarga keponakannya. Apakah tidak ada peringatan diberikan mengenai bahaya rohani yang ada? Kita tidak dapat percaya para utusan malaikat tersebut meninggalkan mereka tanpa informasi penuh atas jerat Sodom. Lalu apa yang memimpin wanita itu pada kebinasaan jiwanya? Apakah itu adalah karena ketidakpercayaannya atas panggilan Tuhan untuk keluar? Tidak demikian. Dia tidak mengolok-olok pekabaran yang disampaikan seperti halnya putri-putrinya dan suami mereka. Dia percaya peringatan tersebut dan kenyataannya pergi untuk menyelamatkan diri.
Tetapi perhatikan ini – tetapi tidak ada hasrat dalam hatinya atau antusiasme untuk rencana tersebut. Dia sungkan meninggalkan kehidupan enak dari rumah megahnya di Sodom, sehingga dia berlambat-lambat. Hati dan hidupnya begitu terikat pada hal-hal materi sehingga dia susah menarik diri dari harta benda yang terkumpul dari ruangan-ruangan yang terhias dengan gemerlap itu. Sementara kematian membayangi langkahnya, dia berlambat-lambat. Dengan hidup dan keamanan menunggu dia di puncak gunung, dia berlambat-lambat. Apa yang salah dengan wanita ini? Dia lebih mencintai dunia daripada dia mengasihi Tuhan. Dia masih tetap percaya kebenaran, dia tahu apa yang harus dia lakukan, dia ingin diselamatkan, tetapi dia berlambat-lambat.
Kita masih menemui banyak orang seperti halnya istri Lot saat ini. Mereka juga percaya, tahu apa yang harus mereka lakukan, dan ingin diselamatkan. Mereka juga berlambat-lambat seperti halnya dia. Seperti halnya istri Lot, banyak dari mereka menunggu sampai tarikan dunia mengalahkan keinginan untuk bertindak, dan mereka tidak mampu untuk melepaskan “hal-hal” tersebut. Mengapa orang-orang berlambat-lambat menjawab panggilan Tuhan? Apakah Anda pernah melakukannya? Berjuta-juta orang berlambat-lambat sampai akhirnya tahun-tahun terbaik hidup mereka hilang di dunia. Mereka berlambat-lambat sampai akhirnya dunia mencengkeram mereka dengan ikatan baja dan suara Tuhan secara perlahan mengabur.
Tetapi akhirnya istri Lot mulai bergerak. Catatan mengambarkan bagaimana malaikat harus memegang tangan mereka dan mendesak mereka keluar dari kota yang akan binasa tersebut. Para malaikat berseru, "Larilah, selamatkanlah nyawamu; janganlah menoleh ke belakang” (Kejadian 19:17). Tetapi istri Lot tidak mencapai tempat aman di pegunungan. Kenapa demikian? Alkitab mengatakan pada kita bahwa dia “menoleh ke belakang,” dan segera menjadi tiang garam. Mengapa Tuhan menghukum dia demikian beratnya? Bukankah itu cuma pelanggaran kecil untuk menoleh sedikit saja? Firman Tuhan punya satu sebutan untuk tindakan semacam itu:dosa. Dia tidak menaati perintah Tuhan, dan penghakimannya menggarisbawahi ketidaktaatannya. Tuhan serius dengan perkataan-Nya. Tidak ada alasan untuk dosa, dan Tuhan tidak dapat mengabaikannya.
Argumen yang sama dipakai saat ini berhubungan dengan hal-hal yang dikuduskan oleh Tuhan. Sering kali ditanyakan, “Apa bedanya berbakti di hari Sabat dan hari Minggu?” Hari yang satu sama baiknya dengan hari yang lain. “Perbedaan besarnya adalah Tuhan membuat satu hari yang kudus dan menulis sebuah hukum yang tidak terubahkan tentang hal itu pada loh batu. Hari itu berbeda karena itu memiliki berkat spesial Tuhan. Celakalah bagi manusia yang menyentuh dengan tangan biasa institusi kudus Tuhan tersebut.
Nadab dan Abihu tidak bersalah tidak bersalah atas tindakan pemberontakan menentang iman mereka dalam hal lain selain pelayanan keagamaan mereka. Mereka tidak pernah dianggap menolak untuk membawa korban persembahan yang layak menurut yang digambarkan hukum keimamatan. Masalah kecil tentang api itu adalah satu-satunya perintah mengenai mereka sebagai penganggap remeh dan semena-mena. Hanya karena itu saja, mereka merasa benar membuat perubahan kecil yang akan memudahkan dan memperlancar pemikiran mereka untuk fungsi ibadah. Mereka beralasan bahwa perbedaan kecil dalam kepentingan program kudus semacam itu tidak akan membawa konsekuensi serius. Tuhan tentunya tidak akan menganggap hal itu sebuah dosa karena memperbarui sebuah program untuk berbakti kepada-Nya.
Sungguh ironis bahwa ketidaktaatan kecil akan hukum Tuhan terjadi dalam nama agama! Kristus mengetahui bahwa manusia akan menyembah Dia, sementara mereka merubah tradisi manusia menggantikan perintah-Nya. Ia menolak perbaktian semacam itu dan menganggapnya sia-sia dan kosong. Dalam khotbah di atas bukit, ia menggambarkan sekelompok besar orang yang mencoba masuk dalam kerajaan karena mereka telah bernubuat, mengusir roh jahat, dan melakukan banyak pekerjaan hebat lainnya dalam nama-Nya. Tetapi Yesus akan berkata kepada mereka, “Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku” (Matius 7:23).
Apakah masalah yang sama ada bersama kita saat ini? Apakah umat beragama masih melanggar hukum Tuhan sementara mengaku mengasihi-Nya? Pada setiap hari Sabat, perhatikan di sekitar Anda untuk melihat apa yang terjadi. Orang-orang akan mengabaikan pusat dari perintah yang Tuhan tuliskan pada loh batu: “tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan” (Keluaran 20:10).
Siapa orang-orang ini yang tidak mempedulikan perintah Sabat Tuhan? Saat kalian lihat mereka tergesa-gesa melakukan pekerjaan rutin mereka, mengejar kesenangan mereka sendiri pada hari ketujuh, seakan tidak ada penyesalan karena melanggar perintah jelas dari Tuhan. Tetapi besoknya banyak dari mereka akan ke gereja berdoa, bernyanyi, dan berbicara tentang betapa mereka mengasihi Yesus. Dari mana mereka dapatkan definisi kasih mereka? Apakah dari stiker bemper mobil antar negara bagian “Senyumlah kalau kamu mengasihi Yesus,” “Melambailah kalau kamu mengasihi Yesus,” “Bunyikan klakson bila kamu mengasihi Yesus”? BukankahYesus mengatakan demikian? "Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku” (Yohanes 14:15).
Tuhan menyatakan kepada nabi Samuel, “mendengarkan lebih baik daripada korban sembelihan.” Itu lebih baik daripada semua ribuan pelayanan keagamaan sia-sia yang dilakukan yang berhubungan dengan pelanggaran yang disengaja dari perintah-Nya yang spesifik. Ketaatan lebih baik daripada hal apapun dalam menyatakan kasih kita. Yesus mengatakannya demikian. “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku”. Ketidaktaatan lebih buruk daripada apapun juga, karena itu adalah tindakan ketidaksetiaan pada dasarnya. Memelihara hari palsu yang diambil dari perbaktian kafir penyembahan matahari tidak lebih dapat diterima oleh Tuhan daripada hadiah kemenangan domba dan lembu Saul.
Apakah Anda perhatikan bahwa dalam kisah Nadab, Abihu dan Uza, pelanggaran kecil tersebut berkaitan dengan hal-hal yang Tuhan tentukan untuk sesuatu yang kudus? Api itu kudus dan tabut perjanjian juga. Keduanya untuk dirawat dan dipelihara untuk sebuah tujuan suci saja. Tangan orang umum tidak boleh memegang tabut perjanjian, dan api biasa tidak dapat menggantikan api suci. Saat sesuatu yang “sudah dikuduskan” itu diperlakukan seperti hal-hal biasa, penghakiman Tuhan datang.
Apakah ada hal-hal yang Tuhan telah kuduskan saat ini yang dipisahkan untuk penggunaan yang kudus? Sungguh ada. Sabat dinyatakan oleh Tuhan sebagai “hari kudus-Ku.” (Yesaya 58:13,14). Sepertujuh waktu itu ditandai telah diberkati dan diperuntukkan oleh Tuhan untuk istirahat dan perbaktian.
Perpuluhan adalah sesuatu yang lain yang telah dipisahkan oleh Firman Tuhan untuk sebuah tujuan kudus yang spesial. Untuk memakai sepersepuluh itu bagi diri kita sendiri sebenarnya merampok dari perbehendaraan Tuhan. Firman Tuhan menggambarkannya demikian: “Dapatkah manusia merampok Tuhan? Namun kamu merampok Aku. Tetapi kamu berkata: "Dengan cara bagaimanakah kami merampok Engkau?" Mengenai persembahan persepuluhan dan persembahan!” (Maleakhi 3:8 – terjemahan literal KJV). Beberapa orang merasa ngeri membaca penghakiman yang menimpa Uza saat dia menyentuh tabut perjanjian, dan pada istri Lot saat dia sedikit menolehkan kepalanya. Apakah sebegitu seriusnya pelanggaran kecil itu sehingga kematian mendadak terjadi? Kalau tindakan kecil Hawa dapat menimbulkan enam milenium penderitaan dan kematian di planet, tentunya kita tidak akan berani mengukur ketidaktaatan berdasarkan ukuran atau bagaimana itu kelihatannya.
Maka tidak heran istri Lot mengalami konsekuensi mengerikan yang sama dengan semua orang yang bermain-main dengan Firman Tuhan. Pelanggaran menoleh ke belakang menandakan penyerahan yang terbagi. Itu juga mengungkapkan fakta bahwa hatinya masih terikat dengan hubungan dengan sebuah tatanan sosial terkutuk yang rusak. Dua suara berkompetisi untuk kepatuhannya: yang pertama, suara dari tempat tinggi – suara Tuhan memanggil dia pada sebuah kemerdekaan, kemurnian dan keselamatan; yang lainnya adalah suara dari bawah – suara ketenaran dan keplesiran dunia, suara dari Sodom. Perlahan suara dari bawah mendapat kemenangan dari sebuah kesadaran yang cenderung pada sebuah keburukan, dan istri Lot di hadapan kita menjadi contoh tragis dari hati yang terbagi.
Yesus berkata, “Ingatlah akan istri Lot,” dan Dia mengatakannya kepada mereka yang akan hidup melewati momen akhir penuh trauma dari sejarah bumi. Ia mengatakannya pada kita saat ini – “Ingatlah akan istri Lot.” Kita perlu pesan itu. Berjuta-juta orang berhati mendua seperti halnya istri Lot. Mereka tidak punya waktu untuk berdoa dengan keluarga mereka. Seperti istri Lot yang lebih banyak membaca majalah daripada Alkitab, dan dengan demikian mereka hanya memiliki sebuah bentuk luar keagamaan. Seperti istri Lot, mereka berlambat-lambat di ujung dosa – tidak membuat keputusan tegas untuk mengikuti Tuhan dalam penurutan sepenuhnya.
Sungguh sebuah konfrontasi yang luar biasa: sebuah panggilan terakhir, sebuah kesempatan di detik-detik terakhir untuk lolos dari kematian menuju kehidupan! Apakah itu terdengar akrab? Kalau tidak demikian, Anda sebaiknya menengok keadaan sekitar lagi dan melihat apa yang terjadi pada dunia. Akhir mengenaskan yang terjadi pada Sodom juga telah dititahkan bagi zaman yang jahat ini. Yesus merujuk pada kondisi yang sama antara dua periode sejarah. Setelah menggambarkan ketidakbertarakan dan pemanjaan diri zaman Lot, Yesus berkata, “Demikianlah halnya kelak pada hari, di mana Anak Manusia menyatakan diri-Nya” (Lukas 17:30).
Apa maksud Yesus berkata “demikianlah halnya”? Masalah moral dan sosial yang sama? Tidak diragukan lagi tentang itu. Apakah Dia juga melihat ke depan sebuah panggilan mengagetkan pada Lot dan istrinya yang berlambat-lambat yang keinginannya hampir dilumpuhkan oleh karena keragu-raguan? Sungguh benar, perkataan Guru Besar kita tampak menandakan gambaran kemesuman dunia yang sekarang ada di hadapan-Nya. Seperti halnya di masa Lot, manusia hanya akan memiliki satu kesempatan terakhir untuk berkata Ya atau Tidak; lalu semuanya akan berakhir. Beberapa seperti halnya istri Lot akan begitu tertempel pada keduniawian, sehingga mereka tidak dapat melepaskannya pada saat itu. Mereka akan binasa bersama hal-hal yang mereka cintai lebih dari mereka mengasihi Tuhan. Yang lainnya seperti Lot akan terbangun tepat pada waktunya untuk memilih bergerak cepat dan mengambil keputusan. Tanpa menoleh ke belakang mereka akan bergerak dalam ketaatan penuh pada kehendak Tuhan. Inilah pilihan yang setiap orang akan hadapi.
Masalah yang sama yang menimbulkan adegan dramatis di Sodom berkembang di setiap gereja Kristen pada semua kalangan. Materialisme dan kesuaman telah membentuk gaya hidup berjuta-juta orang yang mengaku para pengikut kebenaran saat ini. Sementara badai kehancuran perlahan menyelip masuk jari-jari empat malaikat kebinasaan yang sedang menahannya, orang yang mengaku umat Tuhan bersantai dalam sebuah dunia impian badani yang mereka anggap aman. Seperti keluarga Lot, mereka menjadi nyaman dalam komunitas pecinta uang dan sebuah iman yang dikompromi.
Tuhan melihat dengan muak percampuran kedagingan dan roh sebagai sesuatu yang tidak dapat ditolerir. Sebagai Saksi Sejati jemaat Laodikia, Dia memanggil umat sisa di akhir zaman untuk bertobat. Seperti halnya utusan-utusan surgawi itu menyampaikan ultimatum tersebut dulu kala, kita juga dipanggil untuk meninggalkan semua itu atau binasa. Tidak ada waktu lagi untuk mendua. Keluar dari kenetralan, kata Tuhan, dan jadilah panas atau dingin. Keluar sepenuhnya dan hidup, atau tetap suam-suam dan binasa. Tidak ada ruangan untuk setengah-setengah dalam gereja menuju pengangkatan.
Kisah Lot dan keluarganya membuktikan bahwa Tuhan tidak akan terlalu lama mentolerir gaya hidup mendua yang jadi bagian umat yang mengakui Diri-Nya. Mereka yang coba hidup dalam dua dunia harus membuat sebuah keputusan. Firman Tuhan menyatakan bahwa pertemanan dengan dunia adalah permusuhan dengan Tuhan. “Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Tuhan” (Yakobus 4:4). Penulis Alkitab lainnya, yang adalah murid terdekat dari Kristus, menyatakan, “Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu” (1 Yohanes 2:15).
Apa yang anggota gereja modern ketahui mengenai prinsip penyangkalan diri dan melepaskan diri dari segala miliknya? Kitab Wahyu menunjukkan campuran yang tidak kudus dari Kekristenan Laodikia yang membuat muak Tuhan. Dia berkata, “Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku” (Wahyu 3:16). Perkataan ini mungkin yang paling tegas keluar dari mulut Tuhan. Dia merujuk pada kemunafikan di akhir zaman. Perkataan tegas yang sama di pakai Yesus dalam menggambarkan kondisi yang sama yang terjadi di antara para pemimpin agama pada zaman-Nya. Dia menyebut mereka munafik, keturunan ular beludak, dan tembok yang di kapur putih-putih.
Dalam perjanjian lama Tuhan memakai perkataan yang serupa kepada umat-Nya yang penuh keraguan untuk tidak bersikap netral. “Kalau TUHAN itu Allah, ikutilah Dia, dan kalau Baal, ikutilah dia" (1 Raja-raja 18:21).
Pada setiap kejadian tersebut, Tuhan sedang berkata kepada mereka yang mengaku umat pilihan-Nya. Tetapi kelakuan mereka tidak sama dengan pengakuan mereka. Ada percampuran dalam pengalaman mereka, antara yang kudus dengan yang tidak kudus. Mereka berkata satu hal, tetapi kelakuannya berbeda. Hasilnya adalah kesaksian lemah yang basa-basi yang tidak membawa pengaruh positif bagi yang lain. Tuhan anggap tindakan semacam itu menjijikan. Itulah kenapa Dia meminta pilihan dibuat; Tetapi harap dicatat bahwa hanya dua alternatif yang tersedia. Antara Tuhan atau Baal, ketaatan atau ketidaktaatan.
Salah satu obsesi teraneh kekristenan modern adalah dengan suka mencampurkan konsep keselamatan dan dosa. Alkitab menyatakan dengan jelas bahwa pelanggaran yang disengaja adalah menentang keamanan rohani. Panggilan Tuhan adalah “pergilah daripadanya dan berpisahlah.” Ketidaktaatan yang disengaja tidak dapat hidup berdampingan dengan kesadaran Kristen yang jernih. Firman Tuhan mengatakan terlalu banyak tentang dosa, tetapi tidak pernah sesuatu hal yang baik. Tidak pernah ada orang pernah membaca tulisan inspirasi sedikitpun bahwa dosa dapat diperkecil atau disusutkan. Kapanpun itu disebut, dosa dikumandangkan sebagai tidak dapat dinegosiasikan. Itu harus ditinggalkan, ditolak, dan sepenuhnya disangkal. Yesus tidak mengatakan kepada si wanita pelacur “pergi dan jangan sering-sering melakukannya.” Dia berkata, “pergi dan jangan berbuat dosa lagi.” Yohanes tidak menulis: “Anak-anakku, hal-hal ini kutuliskan kepada kamu, supaya kamu sedikit saja berbuat dosa.” Dia dengan tegas menyatakan, “hal-hal ini kutuliskan kepada kamu, supaya kamu jangan berbuat dosa” (1 Yohanes 2:1).
Kisah istri Lot adalah ilustrasi dramatis bahwa keberadaan satu tindakan kecil ketidaktaatan yang disengaja dapat membawa kepada kebinasaan kekal. Usaha apapun untuk menyatukan kasih, karakter atau kebenaran Tuhan dengan sebuah toleransi dosa harus berakhir dengan kegagalan yang menyedihkan.
Bagaimana dengan Anda saat ini? Dalam kepingan terakhir waktu pengujian ini, sudahkah Anda membuang semua kompetitor Kristus dalam hati Anda?
Sama seperti halnya para malaikat memohon pada Lot dan keluarganya untuk membuat penyerahan penuh, Roh kudus mendorong kita melakukan komitmen yang sama saat ini. Panggilannya adalah untuk perpisahan dan tindakan segera. Banyak orang berlambat-lambat dalam waktu senja tanpa keputusan sementara api kehancuran bersiap untuk menghancurkan dunia ini. Orang-orang dunia dan orang yang mengaku Kristen sama-sama mendengar panggilan kebebasan dari Tuhan. Pintu ujian terbuka hanya untuk beberapa saat lagi.
Pada setiap jiwa datang sebuah momen kesempatan emas terakhir sebelum pintu tertutup. Akankah semua orang dapat mengenali momen tersebut? Tragisnya tidak. Beberapa dengan indera jadi tumpul karena kompromi dengan keduniawian tidak akan pernah menyadari kepergian terakhir dari juru kabar keselamatan Tuhan. Dosa-dosa Sodom sama menghipnotis dan menariknya saat ini seperti halnya di masa lalu. Tindakan bejat yang sama telah menjadi semakin umum dan popular daripada saat di kota kebinasaan di dataran itu. Lot tidak punya waktu untuk membawa apapun bersamanya. Sama halnya kita. Harus ada keinginan untuk menyangkal diri dan memutuskan semua kekejian kedagingan dalam segala bentuk. Harapan kita satu-satunya adalah untuk bergerak secepatnya dengan berpisah dari tempelan jahat komunitas yang rusak. Juru Selamat kita yang kekasih berdiri di belakang panggilan tersebut, “Pergilah kamu, hai umat-Ku, pergilah dari padanya.”
Rahasia agar mampu melawan dan menolak bujukan sosial yang salah dan bengkok itu adalah dengan memandang salib Yesus Kristus. Kita dapat membenci kejahatan dan mengharapkan sebuah kebebasan dari dosa, tetapi hanya ada satu sumber kekuatan untuk memutuskan pola dosa. Kematian pengganti dari Kristus di Kalvari membayar semua upah, yang dosa telah tempatkan pada setiap jiwa yang hidup di dunia ini. Hukum yang dilanggar berakibat kematian dan Yesus menanggung penaltinya untuk setiap manusia pada kayu salib, sebuah transaksi mulia dibuat. Secara hukum, setiap jiwa yang tersesat dibebaskan dari akibat ketidaktaatan. Sekali lagi secara hukum seluruh dunia ditebus lewat pendamaian di kayu salib. Keseluruhan akibat dosa keturunan Adam dihapuskan oleh pembenaran total lewat kematian Yesus.
Kita dapat terjamin bahwa setiap penalti kematian setiap orang saat ini secara legal dipenuhi dan dieksekusikan pada penggantinya, Yesus. Sungguh sebuah kebenaran luar biasa! Ini artinya Tuhan sesungguhnya mengambil inisiatif dalam menyelamatkan manusia. Dia membuatnya hampir sama sekali susah untuk tidak selamat dengan mengumandangkan kebebasan dari perhambaan dosa bagi setiap orang yang mau menerimanya. Tetapi harap dicatat, sesuatu telah dilakukan bahkan bagi mereka yang tidak mau menerimanya. Sebuah pembenaran korporat sesungguhnya dibuat efektif bagi seluruh dunia, baik orang benar maupun orang jahat. Lewat pembenaran universal itu, kutukan penghakiman universal dihapuskan, dan anak-anak Adam dapat lahir tanpa membawa rasa bersalah ayahnya. (Roma 5:18)
Tetapi konsekuensi paling mulia dari pendamaian terlihat dalam pengalaman mereka yang memegang pembenaran pribadi lewat iman akan penebusan darah-Nya. Paulus menggambarkannya demikian: “dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus. Kristus Yesus telah ditentukan Tuhan menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darah-Nya. Hal ini dibuat-Nya untuk menunjukkan keadilan-Nya, karena Ia telah mengampuni dosa-dosa yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaran-Nya. Maksud-Nya ialah untuk menunjukkan keadilan-Nya pada masa ini, supaya nyata, bahwa Ia benar dan juga membenarkan orang yang percaya kepada Yesus” (Roma 3:24-26 – terjemahan literal KJV). Di sini dengan jelas dinyatakan sebuah gambaran dari penerimaan pribadi dari mereka semua yang mengakui Yesus sebagai pemberi ampunan dan pembenaran.
Apa yang dicapai bagi orang yang memasuki hubungan intim pembenaran oleh iman? Apakah mereka hanya dibebaskan dari akibat dosa, ataukah mereka juga menerima kebebasan dari dosa itu sendiri? Paulus menjawab pertanyaan itu, “Tetapi aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia” (Galatia 6:14).
Dalam ayat ini kita menemukan bahwa kemenangan atas sistem jahat dunia terkait mutlak pada pendamaian di kayu salib. Tidak seorangpun yang dibebaskan dari dosa kedagingan tanpa menerima kebebasan itu sebagai sebuah karunia lewat pengantaraan derita dan kematian Kristus. Kita dibuat mati akan bujukan dunia dengan memandang wajah Pengganti dan Juru Selamat kita. Kasih agape-Nya dinyatakan di kayu salib, meluluhkan keras kepala dan melunakkan hati dari setiap atraksi yang dunia berikan. Inilah bagaimana Yesus dibuat “oleh Allah telah menjadi hikmat bagi kita. Ia membenarkan dan menguduskan dan menebus kita” (1 Korintus 1:30). Semuanya ada di kayu salib. Pandanglah itu setiap hari dan ingatlah akan istri Lot, sehingga Anda dapat diselamatkan dari nasibnya yang tragis.